Pages

Senin, 13 Mei 2013

EVOLUSI BUDAYA


EVOLUSI BUDAYA
Evolusi merupakan sebuah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, apalagi jika konsep pembicaraannya mengenai perubahan. Kata evlolusi sangat berkaitan sekali dengan seorang tokoh yang bernama Charles Dharwin, dia adalah orang yang mempopulerkan kata-kata evolusi pertama kali. Evolusi yang dimaksudkannya disini adalah evolusi biologi makhluk hidup khususnya manusia. Namun, evolusi tidak bermakna sesempit itu apabila dikaitkan dengan kata “perubahan”  termasuk perubahan kebudayaan. Berbagai macam pernyataan dan ungkapan yang mendukung serta menolak akan adanya evolusi tersebut. Kenapa hal itu bisa terjadi.
1.      Evolusi kebudayaan
Evolusi kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks (syaifudin, 2005 : 99) .Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun. Paradigm yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Tak berlebihan apabila dikatakan bahwa evolusionalisme dikatakan sebagai landasan awal bagi pembentukan berbagai paradigma dalam antropologi.  Menurut hemat penulis, meskipun sebagian paradigm saat ini mengatakan tidak sepakat dengan evolusionalisme namun secara sadar ataupun tidak sadar antropolog dan juga ahli ilmu social lainnya menggunakan ungkapan-ungkapan evolusionistik seperti “sederhana-kompleks”, “kemajuan-kemunduran”, “tradisional-modern”, atau “desa-kota” dalam menanggapi gejala sosial tetentu. Dengan kata lain, banyak pikiran dalam evolusionisme tetap hadir dalam paradigm-paradigma antropologi social budaya masa kini.

2.      Proses Evolusi Sosial Secara Universal menurut para ahli
Menurut konsep evolusi secara universal mengatakan bahwa masyarakat manusia berkembang secara lambat ( berevolusi ) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini. Itu sebabnya sampai saat ini masih ada juga kelompok-kelompok manusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya belum banyak berobah dari dahuu hingga saat ini kebudayaannya.
a)      Konsep evolusi social universal H. Spencer
1)      Teori mengenai asal mula religi
Spencer megatakan bahwa semua bangasa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut ( konetjaranigrat,1980:35 ) dan dewa lainnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi seperti itu mempunyai cirri-ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan.
Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa.Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun Ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat atau sub-sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pada suatu bangsa misalnya, mungkin timbul keyakinan akan kelahiran kembali, dan karena dalam suatu religi seperti itu aka nada keyakinan bahwa roh manusia itu bisa dilahirkan kembali ke dalam tubuh binatang, maka terjadi suatu kelompok religi dimana manusia menyembah binatang atau roh binatang. Pada suatu masa binatang-binatang itu akan dianggap sebagai lambing dari sifat-sifat yang dicita-citakan atau ditakuti oleh manusia, seperti misalnya burung elang menjadi lambing kejayaan, gajah menjadi lambing kebijaksanaan, singa menjadi lambang peperangan dan sebagainya. Dengan demikian manusia yang menghormati binatang tadi mulai menghormati dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa peperangan dan sebagainya, yang seringkali memang berwujud binatang.
Dalam permasalahan tersebut Spencer juga memberikan pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.
2)      Teori tentang evolusi hukum dalam masyarakat
Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan. Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin komplex sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.
Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan undang-undang.
Dalam masalah tersebut terakhir spencer sempat mengajukan juga pandangannya tentang makhluk yang bisa hidup langsung adalah yang bisa cocok dengan persyaratan yang terdapat dalam lingkungan alamnya. Maka dalam evolusi social aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan dalam masyarakat adalah hukum yang dapat melindungi kebutuhan para warga masyarakat adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling berkuasa, yang paling pandai, dan yang paling mampu.
b)     Teori evolusi keluarga J.J. Bachofen
Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang melalui empat tahapan ( Koentjaraningrat, 1980 ) yaitu sebagai berikut :
1.      Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas…sehingga melahirkan keturuna tanpa ada ikatan ( Koentjaranigrat, 1980: 38 ) pada tahapan ini kehidupan manusia sama dengan kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga seperti sekarang ini
2.       Lambat laun manusia semakin sadar akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini disebut tahapan matriarchate. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari sehingga muncullah adat exogami.
3.       Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.
4.       Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.
c)      Teori evolusi kebudayaan di Indonesia, G.A. Wilken
Ia merumuskan teori-teori tentang sejumlah gejala kebudayaan dan kemasyarakatan, misalnya tentang teknonimi atau tentang hakikat mas kawin. Menurut Wilken pada pada mulanya hanya merupakan alat untuk mengadakan perdamaian antara pengantin pria dengan pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari suatu kejadian yang sering terdapat dalam masa peralihan antara tingkat matriakat ke tingkat patriakat.
d)     Teori evolusi kebudayaan L.H Morgan
Ia mencoba melukiskan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia melalui delapan tingkat evolusi kebudayaan. Menurutnya, masyarakat dari senua bangsa di dunia sudah atau masih menyelesaikan proses evolusinya melalui delapan tingkat berikut :
1)      Zaman liar tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api; dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari kar-akar dan tumbuhan-tumbuhan liar.
2)      Zaman liar madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur panah; dalam zaman ini manusia mulai merobah mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai atau menjadi pemburu.
3)      Zaman liar muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan busur panah, sampai ia mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar; dalam zaman ini mata pencaharian hidupnya masih berburu.
4)      Zaman barbar tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar sampai ia mulai beternak atau bercocok tanam.
5)      Zaman barbar madya, yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam.
6)      Zaman barbar muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal tulisan.
7)      Zaman peradaban purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu dan logam.
8)      Zaman perdaban masa kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang.
e)      Teori Evolusi Religi E.B. Tylor
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: ( Koentjaraningrat 1980:48)
1)      Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa
2)      Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain ( bukan di tempat ia sedang tidur ). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di tempat-tempat lain yangdisebut jiwa.
Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.
f)        Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi J.G. Frazer
Pada mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk memecahkan masalah. Namun lambat laun sistem pengetahuan manusai semakin terbatas untuk memecahkan masalah bahkan tidak sanggup lagi memecahkan masalah. Sehingga manusia memecahkannya dengan magic, ilmu gaib. Magic adalah semua tindakan manusia untuk mencapai sesuatu dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alam dan luar lainnya. (Koentjaraningrat 1980:54)
Namun dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magic tersebut tidak selamnya berhasil. Maka manusia mulai sadar bahwa di alam ini ada yang menempatinya yaitu mahluk-mahluk halus. Mulailah manusai mencari hubungannya dengan mahluk-mahluk halus tersebut. Dengan itu timbullah religi. Religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk memproleh sesuatu dengan cara memasrahkan diri kepada penciptanya.
3.      Analogi Evolusi, antara evolusi biologi, evolusi kebudayaan dan seleksi alam
Tidak ada persoalan dengan pandangan bahwa kebudayaan itu berevolusi. Manusia menjadi pemburu dan peramu, menggunakan peralatan disamping otot-otot dan gigi-geligi. Manusia mulai menanam tumbuh-tumbuhan dan memelihara hewan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, manusia membangun kota dan sistem politik yang kompleks. Perubahan-perubahan kebudayaan ini dijelaskan oleh seleksi alam meskipun perilaku budaya tidak memiliki komponen genetic untuk diwariskan.
Proses seleksi alam membutuhkan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu ;
Pertama, seleksi alam memerlukan variasi agar bisa bekerja.
Kedua, harus ada reproduksi yang berkelanjutan.
Ketiga, harus ada mekanisme yang memperbanyak unsur-unsur pengubah kebudayaan tersebut.
Dalam evolusi biologi, variabelitas berasal dari rekombinasi genetic dan mutasi. Sedangkan dalam evolusi kebudayaan variabelitas dating dari rekombinasi perilaku yang dipelajari dan dari penemuan-penemuan. Kebudayaan tidaklah tertutup atau terisolasi seperti halnya spesies. Suatu spesies tidak akan meminjam unsure-unsur genetic dari spesies lain, tapi kebudayaan dapat meminjam hal-hal baru dan perilaku dari kebudayaan lain. Sebagai contoh, cara bertanam jagung di suatu daerah dapat diterapkan juga di daerah-daerah lain.
Perilaku juga cenderung mengalami seleksi seperti halnya seleksi pada ukuran tubuh atau ketahanan terhadap penyakit. Meskipiun perilaku tidak diwariskan secara genetic kepada generasi selanjutnya, orang tua yang menunjukkan unsure-unsur perilaku adaptif lebih cenderung “menciptakan” unsure-unsur itu kepada anak-anaknya, yang dipelajari melalui peniruan maupun ajaran orang tua.
Orang tua dan anak-anak juga mungkin meniru perilaku adaptif orang-orang di luar keluarga. Dengan demikian, meskipun evolusi biologi dan evolusi kebudayaan tidak sama, cukup beralasan untuk berasumsi bahwa seleksi alam secara umum bisa bekerja pada gen maupun perilaku budaya. Inilah antara lain yang penulis maksud dengan analogi evolusi.
4.      Menghilangnya teori-teori evolusi kebudayaan
Pada akhir abad ke-19 mulai timbul kecaman-kecaman terhadap cara berfikir dan cara bekerja para sarjana penganut evolusi kebudayaan. Kecaman mulai menyerang detail dan unsure-unsur tertentu dalam berbagai karangan dari para penganut teori-teori tersebut, kemudian meningkat menjadi serangan-serangan terhadap konsepsi dasar dari teori-teori tentang evolusi kebudayaan manusia.
Pengumpulan bahan keterangan baru, terutama sebagai hasil penggalian-penggalian serta bertambah banyaknya aktivitas-aktivitas penelitian para ahli antropologi sendiri. Dengan demikian mulai tampak bahwa tingkat-tingkat evolusi para penganut teori-teori evolusi dari para penganut teori-teori evolusi kebudayaan itu hanya merupakan konstruksi-konstruksi pikiran saja, yang tidak sesuai dengan kenyataan dan yang lama-kelamaan tidak dapat di pertahnkan lagi.
Pada permulaan abad ke-20 hampir tidak ada lagi karya antropologi berdasarkan konsep evolusi. Hanya kira-kira sekitar 1930 tampak adanya penelitian-penelitian antroplogi berdasarkan konsep-konsep itu di Uni Soviet. Dalam tahun 1940-an muncul beberapa ahli antropologi Inggris dan Amerika yang menghidupakan lagi konsep-konsep mengenai teori evolusi kebudayaan., tetapi yang sama bagi semua bangsa di dunia.
C.    Penutup
Evolusi sebelum abad ke-19 sangat erat sekali dengan para tokoh antropolog. Hingga bermuncullah tokoh-tokoh antropolog yang mengeluarkan konsep-konsep mengenai evolusi itu sendiri. Misalnya saja seperti H. SPENCER dengan teori evolusi universalnya, J.J. Bachofen dengan teori evolusi keluarga, G.A Wilken dengan teori kebudayaan di Indonesia, serta tokoh-tokoh antropologi lainnya. Hingga menghilangnya pemakaian teori evolusi dalam kurun abad ke 19 dan dimunculkan lagi abad ke 20 oleh ahli antropolog Uni Soviet, Inggris dan Amerika.



DAFTAR REFERENSI
http://nilmayola.blogspot.com/2013/03/teori-evolusi-kebudayaan.html
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antroplogi. Jakarta. UI PRESS : 1987
Fedyani, achmad. Antropologi Kontenporer. Jakarta. Kencana : 2005
Keesing, samuel. Antropologi Budaya. Jakarta. Erlangga : 1989

Jumat, 10 Mei 2013

BENTUK PERUBAHAN BUDAYA


BENTUK PERUBAHAN BUDAYA

1. REVOLUSI BUDAYA



Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Dialektika revolusi mengatakan bahwa revolusi merupakan suatu usaha menuju perubahan menuju kemaslahatan rakyat yang ditunjang oleh beragam faktor, tak hanya figur pemimpin, namun juga segenap elemen perjuangan beserta sarananya. Logika revolusi merupakan bagaimana revolusi dapat dilaksanakan berdasarkan suatu perhitungan mapan, bahwa revolusi tidak bisa dipercepat atau diperlambat, ia akan datang pada waktunya. Kader-kader revolusi harus dibangun sedemikian rupa dengan kesadaran kelas dan kondisi nyata di sekelilingnya. Romantika revolusi merupakan nilai-nilai dari revolusi, beserta kenangan dan kebesarannya, di mana ia dibangun. Romantika ini menyangkut pemahaman historis dan bagaimana ia disandingkan dengan pencapaian terbesar revolusi, yaitu kemaslahatan rakyat. Telah banyak tugu peringatan dan museum yang melukiskan keperkasaan dan kemasyuran ravolusi di banyak negara yang telah menjalankan revolusi seperti yang terdapat di Vietnam, Rusia, China, Indonesia, dan banyak negara lainnya. Menjebol dan membangun merupakan bagian integral yang menjadi bukti fisik revolusi. Tatanan lama yang busuk dan menyesatkan serta menyengsarakan rakyat, diubah menjadi tatanan yang besar peranannya untuk rakyat, seperti di Bolivia, setelah Hugo Chavez menjadi presiden ia segera merombak tatanan agraria, di mana tanah untuk rakyat sungguh diutamakan yang menyingkirkan dominasi para tuan tanah di banyak daerah di negeri itu.
Dalam pengertian umum, revolusi mencakup jenis perubahan apapun yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Misalnya Revolusi Industri yang mengubah wajah dunia menjadi modern. Dalam definisi yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami sebagai perubahan politik.

Melihat perilaku generasi muda saat ini mungkin kita akan menghela nafas panjang, apakah budaya kita saat ini telah berevolusi? Mungkin benar, revolusi budaya saat ini seakan begitu deras mengikis secara perlahan akar budaya bangsa Indonesia, baik budaya bahasa moral serta agama.
Banyak factor yang menyebabkan budaya local dilupakan di masa sekarang ini. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataanya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya local mulai dilupakan.
Suatu ironis kebudayaan sendiri dijauhi oleh anak muda sekarang. Tidak habis piker mengapa kaum muda sekarang lebih suka ala boyband/girlband, seksi dancer, hip hop yang sama sekali tidak mencerminkan ciri khas budaya Indonesia yang ramah, sopan dan berkepribadian luhur.Di Banjarbaru beberapa waktu lalu tepatnya di lapangan Murjani tarian tidak etis yang sering dikenal sebagai seksi dancer ditampilkan dalam suatu acara promosi salah satu perusahaan rokok. Aksi tarian itu ditampilkan di depan anak-anak di bawah umur yang berjarak hanya beberapa meter saja.
Bukanlah sesuatu hal yang aneh ketika pihak yang seharusnya mengingatkan malah ikut menikmati tarian energik yang identic dengan busana minim dipertontonkan tanpa ada pengawasan ataupun peringatan bagi anak di bawah umur. Sebagian orang menganggap itu hanya sebagai hiburan.
Di mana letak pengawasan orangtua saat anak-anal yang harusnya berada di rumah malah dibiarkan berkeliaran bukan pada tempat dan waktunya?
Dalam tinjauan psikologi perkembangan, peran orangtua dibutuhkan dalam mendampingi dan memberitahu bagaimana mereka bisa menyesuaikan diri pada perubahan, perkembangan dan adanya perbedaan di dalam lingkungan mereka. Anak-anak tidak bisa dibiarkan lepas ke dunianya sendiri.
Logika yang muncul, jika lingkungan mereka tidak tepat maka anak-anak ini akan mendapat dampak negatif, baik perubahan psikologinya ataupun kepribadiannya. Memang benar anak dibebaskan untuk memilih apa yang menurutnya itu cocok untuk dirinya. Di sinilah orangtua wajib mengarahkan dan membimbing. Pembelajaran seni tari pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motoric kasar dan motoric halus, pola bahasa dan piker, emosi jiwa serta perkembangan social anak.

Di sekolah keprihatinan manakala keberadaan siswa didik kurang berminat terhadap seni budaya daerah, kata-kata yang terlontar dari mereka bahwa tari/lagu daerah itu kuno (ketinggalan jaman). Itulah persoalan yang menampar wajah dunia pendidikan saat ini. Apakah fakta tersebut bias dari program Ujian Nasional (UN) yang hanya menekankan factor pengetahuan (kognitif) belaka. Fakta keterampilan (psikomotor) kurang mendapat perhatian.

Padahal pelajaran tari bukan bertujuan untuk mempelajari sikap gerak saja, namun juga sikap mental, kedisiplinan, sehingga pendidikan tari itu menjadi media pendidikan. Dalam bukunya tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara menuliskan, tari anak-anak akan memberi pengaruh terhadap ketajaman pikiran, kehalusan rasa dan kekuatan kemauan serta memperkuat rasa kemerdekaan.
Dinas Pendidikan Banjarbaru KASI Kurikulum Drs Simum. MM saat ditemui di kantornya menerangkan untuk pelestarian budaya daerah di sekolah itu di pelajari dari kesenian tari, music daerah, bahasa hingga sejarah kedaerahan. Itu semua terangkum dalam pelajaran Muatan Lokal (Mulok).
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Herman Taupan di Banjarmasin menambahkan tidak hanya mulok, ekstrakurikuler pun menambah pengayaan pelestarian budaya daerah pada siswa didik di sekolah. Ajang perlombaan tari, music panting sering diadakan. Sekarang tergantung dari sekolah masing-masing sebab sekolah mempunyai hak otonomi untuk memajukan program mulok serta ekstrakurikuler tadi.

Di sisi lain, pihak sekolah kadang-kadang masih memandang kesenian dengan sebelah mata dibandingkan dengan bidang lain, seperti olahraga. Contoh nyata, pembangunan sarana olahraga jauh mengalahkan ketersediaan sarana berekspresi kesenian, bahkan juga mengalahkan kepentingan yang paling mendasar seperti perpustakaan.

Banyak sekolah yang membangun aula megah dan mahal, ruang kesenian tanpa bentuk berada di situ. Sesungguhnya, dalam buku petunjuk teknis mata pelajaran kesenian tertera kata “laboratorium” sebagai ruang praktek kesenian di sekolah. Tak hanya polemic kesenian di pendidikan formal sekolah tahun 2009 ajang budaya Internasional di Malaysia “Rampak Gendang Nusantara” menuai kekecewaan, 40 perwakilah dari Indonesia Sanggar Pesona Banjar sampai berita ini diterbitkan belum menerima sertifikat sebagai peserta tersebut oleh pihak yang bertanggung jawab di Indonesia sebagai pembimbing serta mengantar mereka di ajang itu.

Belajar dari Arsyad Indradi seorang budayawan Banjar, tubuh tua rentanya tak pernah menjadi kendala untuk terus berkarya melalui sastra-sastra indah dan mewariskan budaya luhur banjar kepada cucunya Putri Kurnia Pratiwi siswi SMA Negeri II Martapura serta anak didiknya di Sanggar Selendang Mayang. Sari, Baron, Tazki serta anak-anak Sanggar Selendang Mayang dengan penuh semangat berlatih tari Radap Rahayu serta Baksa Kembang di Musium Lambung Mangkurat.
Keceriaan, suka duka selalu mewarnai jejak langkah mereka dalam melestarikan seni tari klasik banjar di tengah maraknya seni tari modern sebagai idola kaum remaja saat ini. Mereka mengaku ini semua kami lakukan karena hobi, saat kami lakukan gerakan klasik ini kami merasa damai. Seni tradisional yang selama ini jauh dari kehidupan generasi muda dengan berbagai sebab-sebabnya yang telah diuraikan. Mulai dari arus globalisasi dan generasi muda yang cenderung apatis dan mengikuti arus, sehingga budaya asing yang terkesan praktis telah menjadi kiblat budaya mereka.

Rabu, 01 Mei 2013

MANUSIA & KEINDAHAN


ILMU BUDAYA DASAR

MANUSIA DAN KEINDAHAN

A. Pengertian Ilmu Budaya Dasar
Secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat membcrikan pengetahuan dasar dan pengcrtian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dan kebudayaan.
Istilah IBD dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanities yang berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities’. Adapun istilah Humanities itu sendiri berasal dari bahasa Latin Humanus yang bisa diartikan manusiawi, berbudaya dan halus (fefined). Dengan mempelajari The Humanities diandaikan seseorang ‘akan bisa mcnjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Secara demikian bisa dikatakan bahwa The Humanities berkaitan dengan masalah nilai-nilai, yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar. manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu The Humanities di samping tidak mehinggalkan tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Kendatipun demikian, Ilmu Budaya Dasar (atau Basic Humanities) sebagai satu matakuliah tidaklah identik dengan The Humanities (yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi: Pengetahuan Budaya).
Pengetahuan Budaya (The Humanities) dibatasi sebagai pe­ngetahuan yang mencakup keahlian cabang ilmu (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian ini pun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang kahlian lain, seperti seni sastra, seni tari, seni musik, seni rupa dan lain-lain. Sedang Ilmu Budaya Dasar (Basic Humanities) sebagaimana dikemukakan di atas, adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Masalah-masalah ini dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (The Humanities), baik secara gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya ataupun dengan menggunakan masing-masing keahlian di dalam pengetahuan budaya (The Humanities). Dengan poerkataan lain, Ilmu Budaya Dasar menggunakan pengertian-pengertian yang berasa! dari ber­bagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan kepekaan dalam mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Dengan perkataan lain dapatlah dikatakan bahwa setelah mendapat matakuliah IBD ini, mahasiswa diharapkan memperlihatkan:
a. Minat dan kebiasaan menyelidiki apa-apa yang terjadi di sekitarnya dan diluar lingkungannya, menelaah apa yang dikcrjakan sendiri dan mengapa.
b.  Kesadaran akan pola-pola nilai yang dianutnya serta bagaimana hubungan nilai-nilai ini dengan cara hidupnya sehari-hari.
c.  Keberanian moral untuk mempertahankan nilai-nilai yang dirasakannya sudah dapat diterimanya dengan penuh tanggung jawab dan scbaliknya mcnolak nilai-nilai yang tidak dapat dibenarkan.

B. Tujuan Ilmu Budaya Dasar (IBD).
Sebagaimana dikemukakan di atas, penyajian Ilmu Budaya Dasar (IBD) tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pe­ngetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikem-bftngkan untuk mengkaji msalah-masalah manusia dan kebudayaan, Dengan demikian jelas bahwa matakuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik seorang pakar dalam salah satu bidang keahlian (disiplin) yang termasuk. dalam pengetahuan budaya, akan tetapi Ilmu Budaya Dasar semata-mata sebagai salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitar­nya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri.
Dan bahwa dalam masyarakat yang berkabung semakin Cepat dan rumit ini, mahasiswa harus mcngalami pergeseran nilai-nilai yang , mungkin sekali dapat membuatnya masa bodoh atau putus asa, suatu sikap yang tidak selayaknya dimiliki oleh seorang terpelajar. Bagaimanapun juga, mahasiswa adalah orang-orang muda yang sedang mempelajari cara memberikan tanggapan dan penilaian terhadap apa saja yang terjadi atas dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Sudah barang tentu ia perlu dibimbing untuk menemukan cara terbaik yang sesuai dengan dirinya sendiri tanpa harus mengorbankan masyarakat dan alam sekitarnya. Secara tidak langsung  Budaya Dasar akan membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berpijak dari hal di atas, tujuan matakuliah Ilmu Budaya Dasar adalah untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran, khususnya berkenaan dengan kebudayaan, agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Untuk bidag menjangkau tujuan tersebut di atas, diharapkan Ilmu Budaya Dasar dapat:
a.Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka.
b.Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk dapat memperluas pandangan mereka tcntang masalah kemanusiaan dan budaya, serta mengembangkan daya kritis mercka tcrhadap persoalan-persoalan yang mcnyangkut kedua hal tcrscbut.
c.Mcngusahakan agar mahasiswa sebagai caion pcmimpin bangsa dan ncgara, serta ahli dalatn bidang disiplin masing-masing, tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotaan disiplin yang ketat. Usaha ini tcrjadi karcna ruang lingkup pendidikan kita amat dan condong mem-buat manusia spcsialis yang berpandangan kurang luas. Matakuliah ini berusaha menambah kcmampuan mahasiswa untuk menanggapi nilai-nilai dan masalah dalam masyarakat lingkungan mereka khususnya dan masalah seria nilai-nilai umumnya tanpa terlalu terikat oleh disiplin mereka.
d.Mcngusahakan wahana komunikasi para akademisi, agar mercka lebih mampu bcrdialog satu sama lain. Dengan mcmiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan dapat lebih lancar berkomunikasi. Kalau cara berkomunikasi ini selanjutnya akan lebih memperlancar pclaksanaan pembangunan dalam bcrbagai bidang keahlian. Mcskipun spcsialisasi sangat penting, spcsialisasi yang terlalu sempit akan membuat dunia scorang mahasiswa/sarjana menjadi tcrlalu sempit. Masyarakat yang pcrcaya pada pentingnya modcrnisasi tidak akan dapat memanfaat-kan sccara penuh sarjana-sarjana demikian, scbab proses modcrnisasi mcmerlukan orang yang bcrpandangan luas.
Secara umum tujuan IBD adalah Pembentukan dan pengembangan keperibadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang ada dan timbul dalam lingkungan, khususnya gejala-gejala berkenaan dengan kebudayaan dan kemanusiaan, agar daya tanggap, persepsi dan penalaran berkenaan dengan lingkungan budaya dapat diperluas. Jika diperinci, maka tujuan pengajaran llmu Budaya Dasar itu adalah:
1.Lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, scrta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut.
2.Mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah menyesuaikan diri.
3.Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai-nilai yang hidup pada masyarakat.
4.Mengembangkan daya kritis tcrhadap pcrsoalan kemanusiaan dan kebudayaan.
5.Memiliki latarbelakang pengetahuan yang cukup luas tentang kebudayaan Indonesia.
6.Menimbulkan minat untuk mendalaminya.
7.Mcndukung dan mcngcmbangkan kebudayaan sendiri dengan kreatif.
8.Tidak terjerumus kepada sifat kedaarahan dan pengkotakan disiplin ilmu.
9.Menambahkan kemampuan mahasiswa untuk mcnanggapi masalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat Indonesia dan dunia tanpa terpikat oleh disiplin mereka.
10.Mempunyai kesamaan bahan pembicaraan, tempat berpijak mengenai masalah kemanusiaan dan kebudayaan.
11.Terjalin interaksi antara cendekiawan yang berbeda keahlian agar lebih positif dan komunikatif.
12.Menjembatani para sarjana yang berbeda keahliannya dalam bertugas menghadapi masalah kemanusiaan dan budaya.
13.Memperlancar pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang yang ditangani oleh berbagai cendekiawan.
14.Agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
15.Agar mampu memenuhi tuntutan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma pendidikan.
Dari  kerangka tujuan yang telah dikemukakan tersebut diatas, dua masalah pokok biasa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian matakuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD). Kedua masalah pokok tersebut ialah :
a.Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya mcrupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapal didekati dengan menggunakan pe­ngetahuan budaya (The Humanities), baik dari segi masing-masing keah­lian (disiplin) di dalam pengetahuan budaya, maupun sccara gabungan (anlar bidang) bcrbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
b.Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing zaman.

Manusia adalah sesuatu yang indah, karena mereka menyukai  terhadap keindahan alam maupun terhadap keindahan seni. Keindahan alam adalah ‘keharmonisan yang menakjubkan dan hukum-hukum alam”, yang dibukakan untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya. Sedangkan keindahan seni adalah keindahan buatan atau hasil ciptaan manusia, yaitu buatan seseorang (seniman) yang mempunyai bakat untuk menciptakan sesuatu yang indah, scbuah karya seni. Rata-rata manusia terhadap yang indah tentu mengambil sikap terpesona. Bahwasannya tidak scmua orang memuliki kepekaan keindahan itu memang benar, tetapi pada umumnya manusia mempunyai perasaan keindahan.
Keindahan yang diperbincangkan dalam tulisan ini adalah keindahan seth, sehingga tidak terlepas dan pembicaraan tentang seni atau karya seni (keindahan seni, seni sebagai intuisi dan cita-cita seni). Keindahan tentang seni telah lama menarik perhatian para ahli atau filosof, sejak jaman Plato sampai jaman modern sekarang ini. Teori tentang keindahan seni (artistik) muncul, karena mereka berpendapat bahwa seni adalah pengetahuan per septip pcrasaan yang khusus. lstilah “estetika”, yang dikemukakan untuk pertama kali olehBaumgarten, dipergunakan untuk membicarakan teori tentang keindahan seni (artistik). Kemudian pengertian estetika berkenibang, akhir-akhir ini diberi arti sebagai “ilmu pengetahuan tentang seni”.
Maka itu urutan uraian tentang keindahan dalam tulisan ini disusun sebagai berikut
I) Pengertian keindahan,
2) Teori tentang keindahan dan seni (estetika),
3) Pcrasaan keindahan (sensibilitas estctik), dan
4) Keindahan seni yang meliputi seni sehagai intuisi dan cita-cita seni.


MANUSIA DAN KEINDAHAN

1. PENGERTIAN KEINDAHAN
Ada banyak batasan yang diberikan pada kita, yang sanipai sekarang belum ada kata sepakat tentang definisi keindahan yang obyektif. Mengenai batasan keindahan pada umumnya dapat digolongkan pada 2 kelompok, yaitu:
(a). Definisi-definisi yang bertumpu pada obyek (keindahan yang obyektif )
(b). Definisi-definisi yang bertumpu pada subyck (keindahan yang subycktif).
Atas dasar kcdua pokok penilaian itu, keindahan dapat ditinjau dan makna yang obycktif dan juga dan segi yang subyektif.
Yang disebut keindahan obyektif ialah keindahan yang memang ada pada obyeknya, yang diharuskan menerima sebagaimana mestinya. Sedangkan yang disebut keindahan subyektif, adalah keindahan yang biasanya ditinjau dan segi subyck yang diharuskan mcnghayatinya. Dalam ha! mi keindahan adalah segala sesuatu yang dapat mcnimbulkan rasa senang pada din si penghayat tanpa diiringi keinginan-keinginan terhadap segala sesuatu yang praktis untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi.
Menurut Hebert Read : Jadi keindahan itu adalah sesuatu kesatuan hubungan-hubungan yang formal daripada pcngamatan yang dapat menimbulkan rasa senang (Beauty is unity of format relation among our sence perceptions). Atau keindahan itu merangsang timbulnya rasa senang tanpa pamrih pada subyck yang melihatnya, dan bertumpu kepada ciri-ciri yang terdapat pada obyek yang sesuai dengan rasa senang itu.
Batasan keindahan yang dikemukakan oleh Hebert Read tersebut di atas, dikatakan yang paling mendekati kebenaran. Tetapi apabila kita telah lebih dalam, batasan Hebert Read itu terlalu ditentukan oleh subyck dan dianggap sebagai perpaduan unsur-unsur pengamatan. Jadi batasan Hebert Read itu sifatnya terlalu sensual (jasmaniah), kurang ditinjau dan segi obyek yang diamati yang memiliki keindahan itu. Keindahan itu tidak hanya merupakan pcrpaduan dan peng amatan panca indera semata-mata, tetapi lebih daripada visual melulu, lebih dalam lagi, juga merupakan pcrpaduan pengamatan batiniah. Pengertian keindahan tidak hanya terbatas pada kenikmatan penglihatan saja, tetapi juga termasuk kenikmatan spiritual.
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, maka kita dapatkan batasan keindahan yang bermacam-macam, sebanyak para ahli yang memberi batasan itu. Di bawah ini dikemukakan beberapa diantaranya adalah:
1. Menurut Leo Tolstoy (Rusia) > Dalam bahasa Rusia tcrdapat istilah yang serupa dengan keindahan yaitu “krasota”, artinya that wich pleases the sigh atau suatu yang mendatangkan rasa yang menyenangkan bagi yang melihat dengan mata. Bangsa Rusia tidak punya pengertian keindahan untuk musik. Bagi bangsa Rusia yang indah hanya yang dapat dilihat mata (Leo Tolstoy). Jadi menurut Leo Tolstoy, keindahan itu adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat.
2.Menurut Alexander Baurngarten (Jerman).> Keindahan itu dipandang scbagai kcseluruhan yang mcrupakan susunan yang teratur daripada bagian-bagian, yang bagian-bagian itu crat hubungannya satu dengan yang lain, juga dengan keselunuhan. (Beauty is on of parts in their manual relations and in their relations to the whole).
3.Menurut Sulzer.> Yang indah iu hanyalah yang baik. Jika bcluni haik, ciptaan itu bclum indah. Keindahan hartis dapat memupuk pcrasaan moral. Jadi ciptaan amoral adalah tidak indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral.
4.Menurut Winchelman.> Keindahan itu dapat terlepas sama sekali daripada kebaikan.
5.Menurut Shaftesbury (Jerman).> Yang indah itu adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena yang proporsinya harmonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan de-ngan kebaikan. Yang indah adalah yang nyata dan yang nyata adalah yang baik.
6.Menurut Humo (Inggris).> Keindahan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang.
7.Menurut Hemsterhuis (Belanda) >Yang indah adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang dan itu adalah yang dalam waktu sesingkat-singkatnya paling banyak mcmberikan pengamatan-pengamatan yang mcnycnangkan itu.
8.Menurut Emmanuel Kant.> Meninjau keindahan dan 2 segi. Pertama dan segi arti yang sub ycktif dan kedua dan segi arti yang obyektif.
(a). Yang subyektif.
Keindahan adalah sesuatu yang tanpa dircnungkan dan tanpa sangkut paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat.
(b). Yang obyektif.
Keserasian dan suatu obyek terhadap tujuan yang dikandungnya, scjauh obyek ini tidak ditinjau dan segi gunanya.
9.Menurut at – Ghazzali.> Keindahan sesuatu benda terletak di dalam perwujudan dan kcscmpurnaan, yang dapat dikenali kembali dan sesuai dengan sifat bcnda itu. Bagi setiap benda tcntu ada pcrfcksi yang karakteristik, yang berlawanan dengan itu dapat dalam keadaan-keadaan tertenlu mcnggan tikan perfeksi karakteristik dari benda lain. Apabila semua sifat-sifat yang mungkin terdapat di dalam sebuah benda itu merupakan representasi keindahan yang bernilai paling tinggi; apabila hanya sebagian yang ada, maka benda itu mempunyai nilai keindahan sebanding dengan nilai-nilai keindahan yang terdapat di dalamnya.
Misalnya sebuah karangan (tulisan) yang paling indah ialah yang mempunyai semua sifat- sifat perfeksi yang khas bagi karangan (tulisan), seperti keharmonisan huruf-huruf, hubung an arti yang tcpat satu sama lainnya, pelanjutan dan spasi yang tepat dan susunan yang mcnyenangkan.
Di samping lima rasa (alat) untuk mengemukakan keindahan di alas, al Ghazzali juga menambahkan rasa keenam, yang disebutnya dengan ‘ (ruh, yang disebut juga sebagai “spirit”, “jantung “pemikiran”, “cahaya”), yang dapat merasakan keindahan dalam dunia yang lebih dalam (inner world) yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Dari batasan tersebut di atas, keindahan sebagai pengertian mem punyai arti yang relatif berdasarkan subyeknya. Oleh karena keindahan itu relatif, maka sebaiknya meninjau seni (anpa sangkutnya dengan keindahan.

2. ESTETIKA (TEORI TENTANG KEINDAHAN DAN SENI)
Manusia memiliki sensibilitas esthetis, karena itu manusia tak dapat dilepaskan dan keindahan. Manusia membutuhkan keindahan dalam kcsempurnaan (keutuhan) pribadinya. Tanpa estetika mi, kemanusiaan tidak lagi mempunyai perasaan dan semua kehidupan akan menjadi steril. Dcmikian cratnya kehidupan manusia dengan keindahan, maka banyak para ahli/ccndckiawan mengadakan studi khusus tentang keindahan.
Teori tentang keindahan dan seni dikembangkan dan pengertian “estetika”. Aslinya estetika berarti ‘ tentang ilmu penginderaan” yang sesuai dengan pengertian etiinologisnya. Tetapi kemudian diberi pengertian yang dapat ditenima lebih luas ialah teori tentang keindahan dan seni”.
Filosof yang pertama memperlakukan estetika sebagai suatu bidang studi khusus ialah Baumgarten (1735). Baumgarten mengkhususkan penggunaan istilah ‘estetika” untuk teori tentang keindahan artistik, karena ia berpendapat seni sebagai pengetahuan perseptif perasaan yang khusus. Tetapi filosof lain yaitu Kant tidak sependapat, sehingga ia tidak pernah menggunakan istilah estetika dalam memperbincangkan teori tentang kein dahan dan seni.
Aristoteles menggunakan istilali “puitik dan ‘ untuk teori keindahan artistik, yang oleh Baumgarten dijadikan bagian khusus dan estetika.Dahulu estetika dianggap sebagai suatu cabang filsafat, sehingga memiliki atau diberi pengertian sebagai sinonim dan ‘filsafat seni. Tetapi sejak akhir abad 19, lebih-lebih akhir- akhir ini ada suatu gejala yang menekankan sifat-sifat imperis, oleh karena itu menganggap sebagai “ilmu pengetahuan tentang seni”.
Dalam sejarah peradaban manusia, perhatian pada estetika demikian menonjOl dan berpengarUh langsung atau tidak langsung memprakarsai aspek-aspek kehidupan intelcktual dan spiritual dalam masyarakat. Bangsa Yunani kuno telah menyadari betapa pentingnya anti keindahan dan seni dalam konsep hidup manusia. Dan bangsa Timur (termasuk Indonesia) bahkan lebih tinggi mcnempatkan penhingnya keindahan dan seni dalam konsep hidupnya. hasil-hasil karya seniman timur, merupakan penampilan ekspresi tertinggi tentang kebutuhan spiritual ini. Bangsa bangsa Timur seperti halnya Plato melihat adanya hubungan harmonis an tara seni dan keindahan. Bangsa Indonesia telah mempcnlihatkan hal mi sejak sebelum kedatangan orang-orang Hindhu di Indonesia. Menurut Prof. H. Muhammad Yamin yang dikemukakan dalam bukunya 6000 tahun Sang Merah Putih”, yang dikutip dan pendapat Kern, bahwa bangsa Indonesia sebelum datangnya orang-orang Hindhu di Indonesia telah memiliki tujuah kepadaian Austronesia, yaitu:
1.                  Pandai bersawah berladang.
2.                  Pandai beternak dan menyalurkan air.
3.                  Pandai bcnlayar dan melihat bintang.
4.                  Berkepercayaan sakti yang teratur.
5.                  Berkesenian rupa, pahat dan logam.
6.                  Bersatuan masyarakat dan tata negara.
7.                  Berpenghormatan sang Merah Putih.
Berdasarkan kepandaian yang tujuh tersebut di atas, dalam jaman prascjarah itu sungguhlah jikalau kita pikirkan meriahnya hidup kepercayaan yang melahirkan kesenian di lapangan kewarnaan, kepahatan, kelogaman dan keukiran serta pengertian tentang ilmu hitung.
Dan kctcrangan tersebut di atas, bangsa Indonesia tclah terbukti bahwa sejak masa prasejarah telah mcncmpatkan pentingnya arti keindahan seni dalam konsep hidupnya. Beberapa bukti yang telah sampai ke jaman kita sekarang mi mcnunjukkan hal itu. Waruga, yaitu kubunan batu yang terdapat di Gunung Kidul di sebelah selatan Yogyakanta, Pascmah dan Jawa Timur, yang usianya barangkali lcbih tua daripada jaman perunggu In donesia, di antara Waruga itu ada yang menyimpan lukisan berwarna-warna. Satu daripadanya melukiskan bendera mcrah putih yang berkibar di bclakan.g scorang perwira menunggang kcrbau, sepcnti yang berasal dan kaki gunung Dompu.
Demikian dan itulah beberapa bukit bahwa bangsa Indonesia telah menyadari scjak jaman dahulu kala, bctapa pcntingnya arti keindahan dan seni dalam konsep hidupnya.

3. PERASAAN KEINDAHAN (SENSIBILITAS ESTETIS)
Manusia dikatakan adalah makhluk bcnpikir atau homosapiens. Tetapi manusia itu bukan semata-mata makhluk yang berpikir, sekedar homo sapiens yang steril. Manusia disamping makhluk berpikin, juga merasa dan mengindera. Melalui panca indera manusia dapat merasakan sesuatu. Apabila manusia merasakan akan sesuatu itu menyenangkan atau menggembirakan dan sebagainya, timbul perasaan puas. Demikian juga terjadi, kepuasan timbul setelah seseorang melihat atau merasakan sesuatu yang indah. Rasa kepuasan itu lahir setelah perasaan keindahan yang ada pada setiap orang itu bangkit. Tiap-tiap orang memiliki pcrasaan keindahan.


      Sumber :    Text Book 
Judul    : Ilmu Budaya Dasar ( MKDU )
Penulis : Joko Tri Prasetyo
Penerbit : Rineka Cipta